Sabtu, 28 Mei 2011

Wayang Mbah Gandrung

Kediri, Pasopati – Wayang Mbah Gandrung merupakan wayang kayu yang ada di Desa Pagung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Wayang Mbah Gandrung bagi para sesepuh penduduk setempat dan generasi penerusnya dianggap wayang yang sakral dan dikeramatkan.
    Keunikan atau kekhasan Wayang Mbah Gandrung berbeda dengan wayang umumnya yang ada di tanah Jawa yaitu wayang kulit. Wayang Mbah Gandrung merupakan bentuk wayang dari kayu, atau secara umum disebut wayang Krucil.
    Namun demikian para sesepuh desa Pagung menganggap bahwa Wayang Mbah Gandrung bukanlah wayang krucil.
    Keunikan lainnya dari wayang Mbah Gandrung selain dari bentuk wayang, gamelan yang mengiringi lakon cerita yang di pentaskan dan yang lebih unik serta sakral adalah cara membawa wayang Mbah Gandrung dari tempat asalnya ke tempat pementasan harus di pikul oleh 4 orang  pemikul dengan cara berjalan kaki, walaupun jarak tempuhnya 10 – 20 km.

Mitos Mbah Gandrung
    Dalam penuturan masyarakat desa Pagung dan sekitarnya, Mbah Gandrung berasal dari kayu Jati yang hanyut di sungai. Kayu Jati tersebut di angkat ke darat dan dibelah didalamnya ternyata terdapat sepasang wayang kayu.
    Demikian diungkapkan oleh Mbah Lamidi sesepuh desa Pagung, yang pertama kali menemukan Mbah Gandrung adalah Ki Proyosono Demang pertama desa Pagung.
    Menurut cerita yang dituturkan secara turun temurun, pada jaman dulu didaerah Pagung terjadi hujan deras. Karena derasnya sungai di daerah Pagungpun meluap sampai ke perkampungan warga. Ketika itu disungai yang deras ada sebatang kayu Jati besar ikut hanyut ke perkampungan warga.
    Masyarakat berusaha mengembalikan kayu itu ke sungai, namun kayu itu menunjukan keanehan . setiap kali dihanyutkan ke sungai kayu itupun menepi seakan tidak mau hanyut.
    Akhirnya wargapun membawa kayu tersebut kepada Raden Jimbun Hadiningrat, seorang pinisepuh ”Cikal Bakal” yang membabad pertamakali Daerah Pagung.
    Atas saran Raden Jimbun kayu tersebut dibawa kepada Demang Raden Proyosono, dan atas perintah Raden Proyosono kayu itu dibelah untuk digunakan sebagai kayu bakar namun dari semua orang tak satupun mampu membelah kayu tersebut.
    Maka Ki Demang mengadakan sayembara siapa yang bisa membelah kayu tersebut akan diberi hadiah. Maka datanglah seorang pemuda tampan dari puncak Gunung Wilis. Dia mengikuti sayembara itu dan membelah kayu Jati tersebut.
    Dan anehnya didalam kayu Jati tersebut ada dua buah wayang kayu. Wayang itu menggambarkan figur kesatria tampan dan figur seorang wanita cantik.
    Setelah terbelah maka pergilah pemuda tampan tersebut sebelum  diberikan hadiah, dia menghilang begitu saja.
    Ki Demang yang berasal dari keraton tentunya merasakan keanehan itu dan merasa mendapat “wangsit” atau petunjuk bahwa wayang tersebut menggambarkan dua sejoli yang sedang “gandrung” atau kasmaran.(Isa)

Warta Pasopati News Sebelumnya

  © PASOPATI Online ...Berita Informatif.Dan . Akuntabel

Ke : HALAMAN UTAMA