Selasa, 20 Desember 2011

Makna Suro_an

Kediri, PasOpati -  Suro adalah Tahun Baru menurut kalender Jawa. Berbeda dengan perayaan Tahun Baru kalender Masehi yang setiap tanggal 1 Januari dirayakan dengan nuansa pesta, orang Jawa tradisional lebih meng-hayati nuansa spiritualnya.
Pemahamannya adalah : Tanggal satu pada tahun baru Jawa diperingati sebagai saat dimulainya adanya kehidupan baru. Umat manusia dari lubuk hati terdalam manem-bah, menghormati kepada Yang Satu itu, Yang Tunggal, Yang Esa, yang mula-mula menciptakan seluruh alam raya ini dengan semua isinya, termasuk manusia, yaitu Gusti, Tuhan yang Maha Esa.
Oleh karena itu peringatan 1 Suro selalu berjalan dengan khusuk, orang membersih-kan diri lahir batin, melakukan introspeksi, mengucap syukur kepada Gusti,Yang Mem-buat Hidup dan Menghidupi, yang telah memberi kesempatan kepada kita semua untuk lahir, hidup dan berkiprah didunia ini.
Menyadari atas kesempatan teramat mulia yang diberikan oleh Sang Pencipta, maka sudah selayaknya manusia selaku titah menjalankan kehidupan didunia yang wak-tunya terbatas ini, dengan berbuat yang terbaik, tidak hanya untuk dirinya sendiri dan keluarga terdekatnya, tetapi untuk sesama mahluk Tuhan dengan antara lain melestarikan jagad ini, istilah kejawennya adalah Memayu Hayuning Bawono. Tidak salah jagad harus dilestarikan, karena kalau jagad rusak, didunia ini tidak ada kehidupan.
Pemahaman ini telah sejak jaman kabu-yutan di Jawa , dimasa kuno makuno, telah dengan sadar disadari sepenuhnya oleh para pinisepuh kita.
Perayaan 1 Suro bisa dilakukan dibanyak tempat dan dengan berbagai cara. Itu tergantung dari kemantapan batin yang menjalani dan bisa juga sesuai dengan tradisi masyarakat setempat. (isa)

Berikut jadwal  Suro_an  di Kediri:
~  Peringatan Hari besar Jawa (Suro) didesa Klanderan Kec. Plosoklaten hari Sabtu Pahing 10/12/2011 jam 19.00 wib.
~ Jowo Dipo didesa Bedali Kec. Ngancar hari Senin wage 12/12/2011.
~ Kaweruh Murtitomo Waskito Tunggal di dusun Darungan desa Punjul Kec. Ploso klaten hari Sabtu wage 17/12 jam 20.00 wib.

Kemah dan Pagelaran Wayang Kulit

Sebagai Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa.
Kediri, PasOpati – Seiring dengan laju dan perkembangan informasi dan tehnologi, yang di ikuti dengan masuknya berbagai budaya asing, perlahan namun pasti berdampak para menurunnya rasa kebangsaan dikalangan masyarakat Indonesia.
Sejalan dengan hal itu dunia pendidikan yang selama ini digadang-gadang mampu membawa perubahan dan mampu membangkitkan rasa nasionalisme juga terlihat kewalahan menghadapi dampak negative perkembangan tehnologi modern yang merambah kedalam dunia pendidikan. Hal itulah yang mendorong SMAN I Kandangan Kediri Jawa Timur menggalang kerjasama antar instansi pendidikan sekecamatan Kandangan dan sekitarnya untuk mengadakan perkemahan bersama dan pagelaran wayang kulit.
Kegiatan tersebut dilakukan sebagai implementasi pendidikan karakter bangsa dilingkungan dunia pendidikan di kecamatan Kandangan. Seperti diungkapkan oleh Drs. Saeno selaku penanggung jawab kegiatan yang dilangsungkan pada hari Sabtu sampai Minggu (24-25/12/2011) tersebut sebagai upaya untuk menumbuhkan rasa nasionalisme kebangsaan dan kecintaan pelajar terhadap pelestarian lingkungan.
Lebih jauh Saeno menuturkan pada hari Sabtu (24/12) diadakan kemah Bhakti Pramuka yang disertai dengan kegiatan penanaman pohon oleh para panitia dan peserta untuk mendukung pencanangan penanaman satu miliar pohon yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Malam harinya diadakan pagelaran wayang kulit yang bertujuan untuk menumbuhkan cinta budaya asli daerah dikalangan para pelajar, “Saat ini para generasi muda cenderung melupakan budaya asli daerah, padahal budaya asli daerah seperti wayang kulit merupakan sarana sosialisasi yang dikemas dalam bentuk hiburan yang begitu enak ditonton maupun didengar” jelas Saeno.
Masih menurut Saeno dalam pegelaran wayang tersebut diharapkan para peserta Kemah Bersama tersebut dapat mengenali berbagai tokoh dan juga berbagai perwatak’annya, sehingga para peserta dapat mengambil contoh yang baik. Melalui pagelaran wayang tersebut berbagai pesan moral dapat disampaikan dengan lugas dan mudah diterima, seperti pentingnya menjaga lingkungan kita agar selalu bersih dan sehat, juga pentingnya menjaga bumi Indonesia ini dari kehancuran akibat tindakan semena-mena orang-orang yang tidak bertanggung jawab, “Hal itu penting untuk kita sampaikan, demi kelestarian hidup bangsa Indonesia” tegas Saeno. (spe)

Jumat, 30 September 2011

Gedung SDN di Bojonegoro Kritis

BOJONEGORO-PasOpati, Gedung SD Negeri Ngulanan I di Desa Ngulanan, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro, Jatim rusak parah, sehingga hampir ambruk.

Seperti dikutip oleh MICOM Jum'at 30 September 2011. Kondisi tersebut puluhan siswa merasa tidak nyaman saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kerusakan itu hampir rata terjadi pada bangunan ruang kelas I-V. Kerusakan ini terlihat dengan banyaknya dinding tembok yang mengelupas dan retak-retak.

Kerangka serta sebagian dinding bangunan yang terbuat dari kayu dinding rapuh.Kerusakan ruangan terparah terjadi pada kelas IV. Sebab, sebagian kerangka atap bangunan mengalami rusak berat. Termasuk, plafon rungan ini juga banyak yang jebol.

Meski begitu, ruangan itu masih dipakai untuk kegiatan belajar mengajar oleh siswa dan guru.

Selain itu, kondisi lantai di semua ruangan kelas pecah dan retak. Begitu pula, kondisi gentengnya banyak yang pecah sehingga saat musim penghujan, ruangan kelas kebocoran.

"Belajar tidak tenang. Apalagi, kalau musim hujan. Takut kalau tiba-tiba ambruk," ujar siswi kelas IV, Anisa Yuliani.

Kepala SDN Ngulanan I, Siti Ihdiyati mengungkapkan, bangunan sekolahnnya terakhir diperbaiki pada 1974. Sejak saat itu hingga kini tidak kunjung ada perbaikan lagi. (OL-11)

Gedung SDN di Bojonegoro Kritis

BOJONEGORO-PasOpati, Gedung SD Negeri Ngulanan I di Desa Ngulanan, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro, Jatim rusak parah, sehingga hampir ambruk.

Seperti dikutip oleh MICOM Jum'at 30 September 2011. Kondisi tersebut puluhan siswa merasa tidak nyaman saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kerusakan itu hampir rata terjadi pada bangunan ruang kelas I-V. Kerusakan ini terlihat dengan banyaknya dinding tembok yang mengelupas dan retak-retak.

Kerangka serta sebagian dinding bangunan yang terbuat dari kayu dinding rapuh.Kerusakan ruangan terparah terjadi pada kelas IV. Sebab, sebagian kerangka atap bangunan mengalami rusak berat. Termasuk, plafon rungan ini juga banyak yang jebol.

Meski begitu, ruangan itu masih dipakai untuk kegiatan belajar mengajar oleh siswa dan guru.

Selain itu, kondisi lantai di semua ruangan kelas pecah dan retak. Begitu pula, kondisi gentengnya banyak yang pecah sehingga saat musim penghujan, ruangan kelas kebocoran.

"Belajar tidak tenang. Apalagi, kalau musim hujan. Takut kalau tiba-tiba ambruk," ujar siswi kelas IV, Anisa Yuliani.

Kepala SDN Ngulanan I, Siti Ihdiyati mengungkapkan, bangunan sekolahnnya terakhir diperbaiki pada 1974. Sejak saat itu hingga kini tidak kunjung ada perbaikan lagi. (OL-11)

Kamis, 22 September 2011

19 Desa di Nganjuk Krisis Air Bersih

NGANJUK - Sebanyak 19 desa di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, krisis air, hingga warga terpaksa mengandalkan pasokan air dari PDAM untuk kebutuhan sehari-hari.
“Kemarau seperti ini di daerah-daerah itu memang sulit untuk mencari air, debitnya di sungai sudah sangat kecil dan banyak sumber mata air yang kering,” kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Nganjuk, Gunawan Widagdo di Nganjuk, kutip surya online Kamis (15/9/2011).
Ia mengatakan 19 desa yang mengalami krisis air bersih itu tersebar di lima kecamatan, yaitu di Ngetos, di antaranya Desa Ngetos, Mojoduwur, Suru, Klodan, Blongko, dan Kepel. Kecamatan Pace ada empat desa, yaitu Joho, Jatigreges, Gondang, dan Jampes.
Di Kecamatan Ngluyu ada dua desa yaitu Tempuran dan Lengkonglor, Kecamatan Jatikalen ada lima desa, yaitu Pule, Pulowetan, Dawuhan, Perning, dan Gondangwetan. Untuk di Kecamatan Nglengkong ada dua desa yang mengalami krisis air bersih, yaitu Desa Ketandan dan Bangle.
Gunawan menyebut, daerah-daerah itu kondisinya sangat memerlukan bantuan, terutama air bersih. Mereka sudah sulit mencari air, karena debit dari sumber mata air yang keluar sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan warga serta kebutuhan lainnya.
“Kalau untuk konsumsi sendiri sebenarnya ada, tapi, mereka kan juga banyak yang mempunyai ternak, hingga debit air yang ada sudah tidak mencukupi,” ujarnya.

Warga Mrican Ngluruk Gedung DPRD

Kediri, Pasopati - Warga Kelurahan Mrican, Kecamatan Mojoroto Kota Kediri, sekitar pukul 09.45 Senin (19/9/11) mendatangi kantor DPRD Kota Kediri guna menuntut segera dibangunnya Kampus UNIBRAW Di Kota Kediri khususnya diwilayah Kelurahan Mrican.
Massa yang datang langsung menggelar orasi, mengecam DP-RD Kota Kediri yang dianggap tidak peduli dengan pendidikan. Dalam orasinya warga kelurahan Mrican mendesak dewan agar menyetujui pendirian Universitas Brawijaya di atas tanah asset Kota Kediri ex tanah sawah desa/ kelurahan Mrican Kecamatan Mojoroto sebagaimana tertuang dalam MOU antara Pemerintah Kota Kediri dengan Universitas Brawijaya Malang, Nomor : 119/23/419.16/2010 dan Nomor : 37/H.10/KS/2010 tanggal 1 De-sember 2010.
Soewarno salah satu perwakilan warga mengungkapkan, warga dan elemen masyarakat di kelurahan Mrican meminta agar DP RD segera merealisasikan atas kesepakatan yang sebelumnya sempat menjadi wacana dengan pihak UNIBRAW.
“Demo ini sebagai bentuk protes warga untuk meminta kejelasan atas wacana pembangunan Kampus Unibraw tersebut dikelurahan Mrican yang sempat menjadi tarik ulur lokasi pembangunannya, hal itu sempat digulirkan oleh beberapa kalangan oknum dewan sendiri,”tandasnya.
Sekedar diketahui tarik ulur pembangunan kampus Unibraw di Kota Kediri sempat diwacanakan akan dibangun diwilayah Kelurahan Mrican, Kecamatan Mojoroto dan Kelurahan Bangsal Kecamatan Pesantren hingga menimbulkan berbagai tanda tanya serta keresahan masyarakat Kelurahan Mrican serta tim 11 yang sebelumnya juga sempat mempertanyakan kelanjutan pembangunan kampus itu di wilayah Mrican.(isa)

Senin, 29 Agustus 2011

Konsulidasi Pengurus Dan Pembina Panji Pewarta

Kediri, PasOpati  – Adanya isu bahwa Panji pewarta pada saat ini mengalami krisis komunikasi dengan beberapa anggotanya dijawab dengan baik oleh pengurus paguyuban tersebut. Di penghujung bulan Romadhon pengurus dan pembina paguyuban wartawan Kediri Raya Panji Pewarta mengadakan konsulidasi guna membahas langkah ke depan paguyuban tersebut, acara itu diselenggarakan dengan suasana penuh kekeluargaan dan penuh haru.

Dalam acara yang dikemas buka bersama tersebut, tidak ada pembahasan secara khusus, “Agenda ini murni buka puasa bareng pembina, jadi tidak ada pembahasan secara khusus mengenai Panji Pewarta”  jelas Andhi Mahfudhi selaku ketua Panji Pewarta.

Lebih jauh Andhi memaparkan memang dalam acara tersebut ada pembicaraan mengenai langkah ke depan yang dapat di tempuh oleh Panji Pewarta, termasuk di antaranya pemantapan program Panji Pewarta namun semua itu sebatas konsulidasi biasa saja, “Tidak ada permasalahan yang sangat mendesak untuk dibahas” jelasnya.

Acara yang digelar di RM Lanny 2 tersebut berlangsung penuh keakraban dan penuh haru, mengingat kesempatan yang sangat jarang antara pembina dan pengurus paguyuban tersebut dapat berkumpul bareng.
Pembina Panji Pewarta Ronny Surono mengisyaratkan hendaknya ke depan Panji Pewarta agar lebih menajamkan program-programnya, “Dan yang lebih penting lagi agar membentuk link atau jaringan yang sangat kuat agar dapat bergerak lebih efisien” jelas Ronny Surono.

Lebih jauh Ronny Surono memaparkan, Panji Pewarta juga harus lebih selektif dan punya keberanian lebih untuk menegakan aturan baik kepada anggota maupun pengurusnya, “Jadi aturan tidak boleh rangkap anggota dengan paguyuban atau persatuan dengan organisasi yang sejenis tetap harus dijaga konsistensinya. Artinya kalau sudah menjadi anggota organisasi lain yang serupa dengan Panji Pewarta kita minta saja dengan baik-baik untuk mengundurkan diri dari Panji Pewarta” ungkap Ronny Surono. (aan)

Sabtu, 27 Agustus 2011

Puluhan Anak Di Bawah Umur Lebaran di Tahanan

Kediri, Pasopati - Lebih dari 50 anak di bawah umur di Eks Karesidenan Kediri tidak bisa merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluarga di rumah. Pasalnya mereka harus menjalani masa hukuman di rumah tahanan.

Data dari Balai Permasyarakatan (Bapas) Kediri menyebutkan, sepanjang bulan Agustus ini ada 30 anak yang terlibat kasus hukum. Kebanyakan mereka terjerat pidana pengeroyokan. Kebanyakan dari mereka masih berstatus sebagai seorang pelajar

Kepala Bapas Kediri Syahrial Yuska mengatakan, masa tahanan mereka bervariatif, sesuai dengan kasus yang membelitnya.

Sejumlah pelajar yang terjerat kasus hukum, imbuhnya, akan terus didampingi hingga vonis pengadilan. Saat ini berkas perkara mereka berada di sejumlah kantor kejaksaan.

Selama tiga bulan terakhir, Bapas Kediri mencatat jumlah tindak pidana anak cenderung fluktuatif. Misalnya pada bulan Juni sebanyak 23 kasus. Tetapi pada bulan Juli naik menjadi 42 kasus, dan bulan Agustus turun menjadi 30 kasus. (nDol/koranmontera.com)

DPRD Kediri Kota, Menyoal Persik

Kediri, Pasopati - Kalangan DPRD Kota Kediri mempertanyakan legalitas (badan hukum, red) kesebelasan Persik Kediri. Pasalnya, meski Pemerintah Kota (Pemkot) setempat sudah mengucurkan dana milliaran rupiah, tetapi tim berjuluk Macan Putih justru belum memiliki legalitas yang terakui PSSI. Buktinya, untuk memenuhi syarat legalitas masuk ke liga profesional level I, Persik terpaksa merger dengan Minangkabau FC, peserta Liga Primer Indonesia (LPI).
" Tiga tahun lalu Persik memperoleh hibah dana melalui KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Anggaran itu diperuntukkan untuk mengurus legalitas Persik berupa Perseoran Terbatas (PT). Tetapi kenyatannya, Persik justru menggunakan badan hukum milik Minangkabau FC," ujar Wakil Ketua Komisi C DPRD Muzer Zaidib kutip beritajatim.com, Jumat (26/8/2011)
Informasi yang didapat, besar dana hibah yang sudah disetujui itu sekitar Rp 5 milliar. Anggaran itu diusulan dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun 2008 lalu.
Saat itu, Persik berkompetisi di ajang Indonesia Super League (ISL). Komisi C DPRD Kota Kediri berniat memanggil jajaran pengurus KONI untuk mempertanganya perihal itu. Saat ini, dewan tengah mengurus surat pemanggilan terhadap KONI. Terpisah, Ketua KONI Kota Kediri Heru Marwanto mengatakan, pihaknya akan segera mendalami hal tersebut.
" Kita akan cari bukti-bukti laporan terdahulu. Sebab, saya baru didefinitifkan sebagai Ketua Koni pada 2009 lalu," ungkap Heru. (sumber : beritajatim.com)

Sedekah Gudang Garam, Dikawal 750 Polisi

Kediri, Pasopati - Sebanyak 750 personil gabungan Polri, TNI dan keamanan dikerahkan untuk mengamankan pelaksanaan sedekah perusahaan rokok PT. Gudang Garam Tbk Kediri untuk para kaum duafa pada Sabtu (27/8/2011) . Untuk menghindari korban, rute pembagian dibagi menjadi 25 sekat.

Kapolres Kediri Kota AKBP Mulya Hasudungan Ritonga mengungkapkan, pihaknya telah memberi arahan untuk  memprioritaskan para ibu-ibu, dan anak-anak. Sementara waktu pembagian sedekah telah diatur sepagi mungkin

" Pukul 06.00 WIB pembagian sudah digelar. Untuk rentang waktu pembagian disesuaikan kondisi jumlah warga yang mengantri," ujar Mulya Hasudungan Ritonga.

Selain melakukan pengawalan terhadap proses pembagian sedekah, para petugas yang disiagakan juga memiliki peran dalam mewaspadai aksi kejahatan berupa, pencurian dan pencopetan

" Kami juga menggunakan pengeras suara guna menghimbau masyarakat agar berhati-hati. Mereka juga harus senantiasa waspada terhadap barang bawaan yang dibawanya," jelas Kapolres Kediri Kota. (*)

Kamis, 11 Agustus 2011

PJOK : “Kasus Ngablak Sudah Selesai”

Kapolsek : “Kasus Terus Berlanjut”

KEDIRI – Kasus perusakan saluran irigasi desa Ngablak Kecamatan Banyakan yang di bangun oleh PNPM MPd tahun anggaran 2011, di anggap sudah selesai dan tidak ada permasalahan lagi, hal tersebut diungkapkan oleh Putut Suharto PJOK PNPM MPd kecamatan Banyakan diruang kerjannya, kamis 11 Agustus 2011.
Dasar dianggap selesainya kasus tersebut karena sudah adanya kesanggupan dari pelaku ditingkat desa (TPK – red) untuk membenahi semua kerusakan. Lebih jauh Putut menuturkan karena PNPM MP merupakan program pemberdayaan maka apabila ada permasalahan yang ada didesa maka pihak pelaku ditingkat desa pula yang wajib menyelesaikan, “Kami hanya memantau saja” ungkapnya.
Ketika ditanya apakah kesanggupan membenahi bangunan yang rusak tersebut dilakukan dalam suatu Musyawarah Desa Khusus? PJOK kecamatan Banyakan tersebut meng”iya”kan namun dia lupa kapan Musyawarah Desa Khusus tersebut dilaksanakan, “Tapi yang jelas sudah dituangkan dalam berita acara” tegas Putut.
Kapolsek Banyakan : “Kasus Ngablak berjalan Terus”
Ungkapan berbeda disampaikan oleh pihak kepolisian, menurut Kapolres Kediri AKBP Heri Wahyono melalui Kapolsek Banyakan AKP Sudarminto kasus perusakan saluran irigasi dusun Bagol Desa Ngablak masih terus di proses.
AKP Sudarminto mempertanyakan dasar penghentian kasus tersebut, "hingga hari ini tidak ada dasar yang kuat untuk menghentikan Kasus tersebut" jelas Kapolsek. Lebih jauh AKP Sudarminto menuturkan kasus di dusun Bagol desa Ngablak tersebut pada saat ini dalam taraf penyelidikan, “Jadi tidak benar kasus irigasi Ngablak tersebut sudah selesai, justru saya kaget kalau ada penyataan seperti itu” tegas AKP Sudarminto. (isa)

Rabu, 10 Agustus 2011

Bangunan Saluran Irigasi PNPM MPd Ngablak Dirusak

Kediri – Bangunan saluran irigasi PNPM MPd desa Ngablak Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri dirusak orang tidak dikenal, pekerjaan pembangunan saluran irigasi tersebut disinyalir baru dilaksanakan sekitar 40%. Dari data yang berhasil dihimpun oleh Pasopati perusakan tersebut diketahui oleh pelaku PNPM MPd pada hari Sabtu 6 Agustus 2011 sekitar jam 7 pagi.
Ketua BKAD Kecamatan Banyakan Nur Abidin mengungkapkan kepada Pasopati Selasa 9 Agustus 2011, dia juga sudah mendengar perihal perusakan saluran irigasi desa Ngablak, “Ada beberapa sebab yang belum dapat kita ungkapkan apa motif perusakan tersebut, namun apabila ada permasalahan yang timbul dalam kegiatan PNPM biasanya didahului dengan miskomunikasi baik antara pelaku dengan pelaku lainnya maupun antara pelaku dengan masyarakat. Namun dalam kasus di Ngablak ini kami belum berani menyimpulkan apa motifnya” ungkap Abidin.
Nur Abidin lebih jauh mengakui pada saat ini pelaksanaan PNPM MPd di kecamatan Banyakan memang perlu ada pembenahan disegala bidang, menurut dia (Abidin – red) pertama kali yang harus dibenahi adalah seputar kegiatan SPP dan UEP karena tunggakan dikecamatan Banyakan menurutnya sudah mencapai tingkat mengkhawatirkan, “Kalau masalah perusakan didesa Ngablak itu kok saya kira sudah tidak ada permasalahan to, karena saya dengar sudah dibenahi”, tegas Nur Abidin.
Dari pantauan Pasopati dilapangan, Rabo 10 Agustus 2011 kerusakan saluran irigasi didesa Ngablak masih dibiarkan begitu saja dan belum ada pembenahan sama sekali. Kepala Desa Ngablak Mu’anam selaku pengendali kegiatan PNPM MPd didesanya mengungkapkan belum dapat memberikan pernyataan apapun terkait perusakan saluran irigasi tersebut karena pada saat akan dikonfirmasi kepala desa Ngablak tersebut sibuk mempersiapkan ujian tulis pengisian perangkat desanya.
Sementara itu PJOK kecamatan Banyakan Putut, ketika akan dikonfirmasi terkait perusakan saluran irigasi tersebut dia tidak ada diruang kerjanya. Namun dari informasi yang bisa diperoleh Pasopati kasus perusakan tersebut sudah dilaporkan ke Polsek Banyakan, salah satu anggota Polsek Banyakan yang enggan disebutkan namanya membenarkan masalah adanya laporan tentang perusakan tersebut kepada Polsek, “Namun lebih jelasnya silahkan konfirmasi kepada Kapolsek”, jelasnya.  (isa)


Rabu, 03 Agustus 2011

Cerita Panji Semirang

Cerita Panji merupakan cerita Jawa asli. Cerita ini timbul pada zaman Kerajaan Kediri dan Jonggala. Tetapi menurut Prof. Poerbatjaraka baru dibukukan (disalin) pada zaman Kerajaan Mojopahit. Cerita Panji dianggap bersumber dari Kakawin Smaradahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja. Jadi ditulis dari bahasa Jawa kuno.
Hingga sekarang Cerita Panji ini banyak macamnya. Tetapi pokok ceritanya sama, yaitu tentang Panji Semirang. Nama-nama lainnya ialah: Hikayat Panji Kuda Semirang, Hikayat Dalang Indera Kusuma, Mesa Lara Kusuma Cabut Tunggal, Mesa Urip Panji Jayalelana, Undakan Panurat, Panji Jayang Tilam, Dewa Asmara, Endang Malat, Mesa Taman Wilakusuma, Panji Wilakusuma, Cekel Waneng Pati, Jaran Kinanti Asmarandana, atau Hikayat Noyokusumo.
Di Palembang cerita ini dikenal dengan nama Anggreni. Di Bali dikenal dengan nama Malat. Dalam bentuk syair dikenal dengan nama Syair Ken Tambuhan dan Syair Panji Semirang.
Secara ringkas, cerita panji ini adalah sebagai berikut.
Raja Daha mempunyai dua orang putri. Dengan permaisurinya ia berputra seorang bernama Galuh Candra Kirana, seorang putri yang cantik, dan lemah-lembut tutur katanya membuat orang tertarik kepadanya. Seorang putri lagi bernama Galuh Ajeng, keturunan yang diperoleh atas perkawinan dengan selirnya bernama Paduka Liku. Tabiat Galuh Ajeng tidak baik dan selalu iri hati terhadap kakak tirinya, Galuh Candra Kirana. Dayang-dayang dan orang-orang istana tidak senang kepadanya.
Baginda raja mempunyai beberapa orang saudara. Seorang menjadi raja di Kahuripan dan seorang menjadi raja Gagelang, seorang lagi wanita, menjadi pertapa di Gunung Wilis dengan gelar Gandasan.
Raja Kahuripan mempunyai seorang putra yang tampan dan baik perangainya, bernama Raden Inu Kertapati. Raja Kahuripan ingin supaya putranya menikah dengan putri layaknya sebagai menantu raja. Pilihan jatuh kepada putrid saudaranya yang cantik, yaitu Galuh Candra Kirana. Dikirimlah utusan ke Daha untuk meminang, dan dengan, senang hati raja dan rakyat menerima pinangan itu. Paduka Liku sajalah yang tidak senang. Timbul maksud jahatnya menyingkirkan permaisuri serta Galuh Candra Kirana, agar ia dapat menggantikan kedudukan sebagai permaisuri dan galuh Ajeng dapat dijodohkan dengan Raden Inu Kertapati.
Pada suatu hari dibuat tapai beracun dan disuruhnya seorang dayang memberikan tapai itu kepada permaisuri. Permaisuri senang hati menerimanya, karena baru pertama kali itu Paduka Liku mengirimkan makanan untuk dia. Selain itu Paduka Liku menyuruh adiknya minta azimat (guna-guna) kepada seorang petapa sakti, agar raja sayang kepadanya.
Ketika sedang duduk santai pada sore yangsejuk, permaisuri teringat kepada tapai pemberian Paduka Liku. Disuruhnya seorang dayang mengambil tapai itu. Baru saja tapai dimakan, tiba-tiba badan permaisuri kejang, mata terbelalak dan mulutnya berbusa. Dayang-dayang menjadi panik, menangis dan Candra Kirana menjerit ketika melihat ibunya dalam keadaan demikian. Demikian pula Mahadewi, selir baginda satu lagi sangat merasa sedih atas kematian permaisuri. Tergopoh-gopoh baginda datang dan sangat marah kepada Paduka Liku atas bencana yang ditimbulkannya. Namun setelah berhadapan dengan Paduka Liku, baginda berubah sikap menjadi tenang dan tetap ramah kepadanya.
Kabar tentang wafatnya permaisuri Daha sampai ke Kahuripan. Baginda raja Kahuripan merasa kasihan kepada Candra Kirana atas nasibnya itu. Untuk menghiburnya Baginda ingin mengirimkan bingkisan kepada calon menantunya. Raden Inu Kertapati disuruh membuat dua buah boneka. Satu dari emas dan satu lagi dari perak. Boneka. Emas dibungkus dengan kain biasa, dan boneka perak dibungkus dengan sutera yang indah. Setelah bingkisan tiba di Daha, Baginda menyuruh Galuh Ajeng memilih lebih dahulu. Karena tamaknya diambilnya bungkusan sutera dan yang berbungkus jelek diberikan kepada Candra Kirana.
Betapa gembira Candra Kirana setelah membuka bungkusan ternyata yang didapatkanriya adalah boneka emas yang berkilau-kilauan. Ditimang-timangnya boneka itu dan selalu dibawanya ke mana ia pergi. Akhirnya Galuh Ajeng mengetahui bahwa boneka kakaknya jauh lebih bagus dan ia ingin memilikinya. Atas bujukan Paduka Liku, Baginda menyuruh Candra Kirana agar menukarkan boneka itu dengan boneka Galuh Ajeng. Karena Candra Kirana tidak mau menyerahkan bonekanya, Baginda menjadi marah. Candra Kirana diusir dan terhuyung-huyung dituntun Mahadewi ke peraduannya, bersama para dayang dan pengasuh.
Keesokan harinya, menjelang subuh Candra Kirana dan pengiring-pengiringnya meninggalkan istana pergi tanpa tujuan. Di perbatasan antara Daha dan Kahuripan, menetaplah mereka, membangun kerajaan kecil dan dengan persetujuan dayang-dayang dialah yang menjadi rajanya. Untuk itu mereka harus menyamar sebagai pria dan ia sendiri mengganti nama dengan Panji Semirang. Untuk memperkuat kerajaan mereka melakukan perampokan dan memaksa semua orang yang ditahan menetap di tempat itu. Dengan demikian rakyat makin bertambah dan kerajaan makin kuat.
Berita tentang kerajaan Panji Semirang sampailah ke Kahuripan. Pada waktu utusan raja Kahuripan membawa barang-barang dan uang emas kawin untuk meminang Galuh Candra Kirana, mereka dicegat dan dirampok tentara Panji Semirang. Barang rampasan dan uang hanya akan dikembalikan apabila Raden Inu Kertapati datang menghadap Panji
Semirang.
Betapa heran dan takjub Raden Inu Kertapati memandang Panji Semirang, seorang raja yang menarik, simpatik, cantik, dan suaranya lembut merdu. Diadakanlah jamuan di istana Panji Semirang untuk menyambut kedatangan Raden Inu Kertapati. Keesokan harinya, setelah semua barang dan uang dikembalikan, berangkatlah Raden Inu Kertapati beserta rombongan meneruskan perjalanan ke Daha menyerahkan uang jujuran (mas kawin) kepada raja Daha.
Betapa sedih hati Panji Semirang memikirkan kekasihnya akan melangsungkan pernikahan dengan Galuh Ajeng di Daha. Karena itu ia memutuskan hendak pergi menjumpai bibinya, Biku Gandasari, di Gunung Wilis dengan berpakaian wanita, untuk minta nasihat. Biku Gandasari sangat terharu mendengar cerita dan derita kemenakannya itu. la menganjurkan supaya Candra Kirana pergi ke Gagelang ke tempat pamannya. Karena itu kembali Candra Kirana dan rombongan berpakaian laki-laki dan menyamar sebagai pemain gambuh (pengamen) dengan nama Gambuh Warga Asmara. Mereka berkeliling dari kota ke kota sambil ngamen. Sampailah ke Gagelang. Semua orang menyenangi permainan Gambuh Warga Asmara.
Sejak hari penama pernikahan Raden Inu Kertapati dengan Galuh Ajeng, ia menjadi pendiam, sedih hati, karena diketahuinya bahwa istrinya itu bukanlah Galuh Candra Kirana. Ia merasa tertipu oleh Paduka Liku. Betapa ingin hatinya berjumpa dengan Candra Kirana kekasihnya yang dicintainya. 'Untuk menghibur hatinya ia memutuskan
berangkat ke kerajaan pamannya di Gagelang. Para pengiringnya mengatakan bahwa di Gagelang ada rombongan pemain gambuh yang baik penampilannya. Usul itu dipenuhi karena memang Raden Inu merasa ingin hiburan.
Betapa menarik dan mengharukan permainan gambuh itu dan Inu Kertapati curiga melihat gerak-gerik para pemain gambuh yang luwes bagai wanita. Bahkan ia merasa telah pernah melihat wajah-wajah mereka. Karena hari telah larut malam, maka rombongan itu disuruh menginap di dalam kraton di puri pesantren. Di tempat peristirahatannya Candra Kirana mengenakan pakaian wanita karena rindu kepada kekasihnya, ditimang-timangnya boneka emasnya sambil menyanyikan lagu yang merawankan hati.
Raden Inu Ketapati ingin sekali mengetahui anggota Gambuh Warga Asmara yang sebenamya, dengan mengintip di tempat peristirahatan mereka. Alangkah terkejutnya ia setelah melihat seorang putri menimang-nimang boneka emas yang pemah diberikannya kepada Candra Kirana. Tanpa ragu lagi ia memastikan bahwa sebenamya wanita itulah Candra Kirana yang sedang dicarinya. Dengan hati yang tak sabar lagi pintu kamar dibukanya dan bertemulah keduanya melepaskan rasa rindu, kasih, dan mesra yang telah lama terpendam.
Candra Kirana dibawanya ke istana Kahuripan dan menyampaikan kepada Baginda apa sebenamya yang telah terjadi. Candra Kirana minta maaf atas kekeliruan yang telah diperbuatnya. Dipersiapkanlah segala sesuatu untuk upacara pernikahan resmi antara Raden Inu Kertapati dengan Galuh Candra Kirana.
Paduka Liku menjadi kecut hatinya tatkala mendengar berita itu. Raja Daha pun tak mau memperhatikannya lagi. Ia menyuruh adiknya untuk minta guna-guna kepada pertapa yang pernah diminta pertolongannya dulu. Tetapi sayang di tengah perjalanan adiknya itu disambar petir dan meninggal dunia. Paduka Liku putus asa lalu bunuh diri.***

Sunlife Finance Rangkul Para Usahawan Kediri.

Kediri – Sunlife finance pada hari Selasa 2 Agustus 2011 melakukan presentasi dengan para usahawan Kediri di Hotel Grand Surya. Perusahaan finance yang telah berkembang diberbagai kota besar di Indonesia mengajak masyarakat Kediri untuk merencanakan berbagai kebutuhan hidup saat ini dan masa mendatang lebih profesional dan lebih matang disetiap detil perencanaannya.
Perlu diketahui Hingga 31 Maret 2011, tingkat Risk Based Capital (RBC) Sun Life Financial Indonesia adalah 346 persen (konvensional dan syariah) – telah jauh melampaui ketentuan minimal Departemen Keuangan sebesar 120 persen, dengan aset Rp 4,33 triliun. Saat ini sunlife menyediakan berbagai produk inovatif melalui lebih dari 38 kantor penjualan di 25 kota di Indonesia.
Sun Life Financial Indonesia merupakan bagian dari Sun Life Financial, salah satu organisasi keuangan terkemuka di dunia. Didirikan pada 1865 dan berkantor pusat di Toronto, Kanada, Sun Life Financial beroperasi di berbagai pasar kunci di seluruh dunia.
Dalam sambutannya Ronny Suwono, selaku Asistant Distrik Manager Kediri, mengajak para audien untuk melihat berbagai peluang usaha dan merencanakan berbagai kegiatan yang akan dating menuju ke arah yang lebih baik. Hal senada diungkapkan oleh Aswin pemateri dari Jakarta, “Kita harus pandai membaca berbagai perkembangan yang terjadi pada saat ini dan akan dating, agar kita dapat bertahan” jelas Aswin. (isa)

Rabu, 27 Juli 2011

Polda Larang Ormas Sweeping Tempat Hiburan Malam

Surabaya - Polda Jatim melarang keras aksi sweeping tempat hiburan malam yang dilakukan organisasi masyarakat (ormas) pada saat bulan Ramadan. Apabila aksi sweeping tetap dilakukan, Polda Jatim akan memberikan sanksi keras.


"Oh itu (sweeping) tidak boleh. Dilarang keras ormas-ormas mengambil tindakan kepolisian," kata Kabid Humas Polda Jatim, Selasa (26/7/2011).

Kombes Pol Rachmat Mulyana mengatakan, yang mempunyai kewenangan dan pemeriksaan adalah kepolisian. Jika ada ormas yang bertindak sendiri dan melanggar aturan, pihaknya tidak segan-segan memberikan tindakan tegas.

"Ini saya sampaikan, mana kala ada ormas yang bertindak di luar aturan, akan kita tindak tegas. Siapapun ormasnya," jelasnya.

Selasa, 26 Juli 2011

Polda Larang Ormas Sweeping Tempat Hiburan Malam

Surabaya - Polda Jatim melarang keras aksi sweeping tempat hiburan malam yang dilakukan organisasi masyarakat (ormas) pada saat bulan Ramadan. Apabila aksi sweeping tetap dilakukan, Polda Jatim akan memberikan sanksi keras.

"Oh itu (sweeping) tidak boleh. Dilarang keras ormas-ormas mengambil tindakan kepolisian," kata Kabid Humas Polda Jatim, Selasa (26/7/2011).

Kombes Pol Rachmat Mulyana mengatakan, yang mempunyai kewenangan dan pemeriksaan adalah kepolisian. Jika ada ormas yang bertindak sendiri dan melanggar aturan, pihaknya tidak segan-segan memberikan tindakan tegas.

"Ini saya sampaikan, mana kala ada ormas yang bertindak di luar aturan, akan kita tindak tegas. Siapapun ormasnya," jelasnya.

Minggu, 24 Juli 2011

Pemdes Manyaran Bagi Baju Batik

Kediri – Kepala Desa Manyaran Tumidjan ( Om Cey ) pada hari Rabo, 13 Juli 2011 melakukan sosialisasi lanjutan tentang Alokasi Dana Desa (ADD) dibalai Desa Manyaran Kecamatan Banyakan.
Hal itu dilakukan sebagai tindak lanjut atas telah terealisasinya 30% ADD tahun Anggaran 2011, selain dilakukan sosialisasi tentang penggunaan anggaran ADD juga di adakan penjelasan tentang pengalokasian berbagai anggaran yang telah masuk  desa Manyaran hingga bulan Juli ini.
Di akhir acara pihak Pemerintah Desa Manyaran membagikan seragam berupa baju batik kepada RT, RW, BPD, tokoh dan Perangkat Desa. Anggaran untuk pengadaan baju batik tersebut di ambilkan dari dana retribusi PBB desa Manyaran pada tahun 2011. D ungkapkan oleh Om Cey, “Sudah waktunya RT, RW, BPD dan perangkat mendapat perhatian dari desa, namun saya harap pembagian baju ini jangan dilihat dari nilainya tapi kita berharap dapat dilihat dari niatan kami untuk memberi perhatian pada mereka”, tegas Om Cey. (isa/supe)

Jumat, 22 Juli 2011

Adik Bupati Nganjuk Terjerat Korupsi

Surabaya - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim menetapkan empat tersangka dugaan korupsi senilai Rp 336 juta proyek irigasi sekunder saluran Ketandan Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk.

Salah satu tersangka yakni Lukman Hakim sebagai pelaksana proyek PT Bakti Ikhsani Perdana (BIP). Sedangkan tiga tersangka lainnya yakni Direktur PT BIP Tarmizi Faizal, Konsultan Pengawas PT Arsitekniqiu, Anjar amsul Anwar dan pejabat pembuat komitmen Dinas PU Pengairan Pemkab Nganjuk Sunyoto Hadi Prayitno.

"Mereka diduga melakukan penyimpangan pada proyek irigasi sekunder ketandan di Kecamatan Lengkong," kata Kasi Penyidikan Pidsus, Ketut Suwadi Artha saat jumpa pers dengan Kasi Penkum Muljono di kantor kejati, Jalan Ahmad Yani, Kamis (14/7/2011).

Proyek pengairan yang dikerjakan tahun 2009 melalui dana stimulus Dinas Pengairan, menelan dana sekitar Rp 1.936.235.000. Namun setelah diselidiki, ada penyimpangan pengerjaan proyek, diantaranya tidak sesuai bestek.

Saluran irigasi sepanjang 2,3 Km itu juga ditemukan pengurangan volume pengerjaan, volume pondasi yang harusnya dari 50 cm menjadi 30 cm. Juga ada temuan kemiringan plengsengan yang harusnya dibuat 20 tapi dilapangan ditemukan antara 9-15.

Hasil temuan dari tim ITS, penyidik meminta bantuan BPK untuk menilai kerugian negaranya. Hasilnya, ditemukan kerugian negara sekitar Rp 336.556.070

"Kami mendatangkan tim ahli dari ITS. Setelah dihitung terdapat kekurangan volume dan pengerjaannya tidak sesuai bestek," tuturnya.

Meski telah menetapkan tersangka, adik bupati itu bersama tiga tersangka lainnya tidak ditahan. Alasannya, tersangka mempunyai iktikad baik mengembalikan uang negara.

"Bukan karena adiknya bupati, tapi tersangka pro aktif mengembalikan keuntungan," jelasnya.

2011, KPK Jerat 20 Kepala Daerah

Surabaya - Penyakit korupsi masih menjangkit kepala daerah seperti bupati, walikota maupun gubernur. Hingga Juli 2011 ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjerat 20 kepala daerah yang terlibat korupsi.  "Kita sudah menangani 20 kepala daerah yang tersangkut korupsi," kata fungsional Humas KPK kepada wartawan di Balaikota Surabaya, Jumat (15/7/2011).
Irsyad Prakarsa mengatakan dari 20 kepala daerah seperti gubernur, bupati maupun walikota yang terlibat korupsi, diantaranya Bupati Tomohon, Bupati Pematang Siantar, dan Nias. "20 Kasus sudah berjalan. Saat ini penyidikan 5 kepala daerah seperti Tomohon, Nias, Pematang Siantar," tuturnya.
Irsyad menuturkan, kasus dugaan korupsi yang melibatkan kepala daerah diantaranya kasus markup pengadaan. "Kasusnya varitif nggak selalu suap, ada juga yang mark-up pengadaan," ujarnya. Ia menambahkan, kepala dinas yang mengetahui tentang penyimpangan dan penyelewengan dana APBD, juga ikut diperiksa. "Mereka kan tahu tentang aliran dana itu, meski ranhanya berbeda," jelasnya.

Selasa, 19 Juli 2011

Ratusan Atlet dan Official Muntah-muntah

Kediri,Pasopati - Ratusan atlet dan official cabang olahraga (Cabor) pecak silat Pekan Olahraga Provinsi Jawa Timur (Porprov Jatim) III/2011 mendadak muntah-muntah, setelah mengkonsumsi makanan yang sudah basi. Mereka berasa dari tiga kontingen, Kabupaten Sumenep, Magetan, dan Pasuruhan.

Ramli, selaku official Kabupaten Bangkalan menyatakan, kecewa terhadap panitia penyelenggara yang tidak mementingkan kesehatan para atlet dan official demikian kutip montera.com, senin 18 Juli 2011. "Sebenarnya tidak hanya hari ini kami disuguhi makanan basi. Tetapi, sejak awal yaitu tanggal 14 Juli," kata Ramli, Minggu (17/7/2011)

Kata Ramli, semua official telah komplin. Mulai dari komplin lisan hingga pernyataan melalui tulisan. Kenyataanya, panitia mengabaikan. Bahkan, pada jatah makan siang ini, lebih parah.

" Nasinya lembek, lauk-pauknya berlendir, bahkan, tahunya berjamur. Semuanya tidak ada mau makan. Kami memilih membeli dari luar," terang Ramli

Sebenarnya, tidak hanya tiga kontingen yang mengalami muntah muntah. Tetapi seluruh kontingen yang hadir dan mengkonsumsi makanan dari Katering Mirasa 2 langsung muntah. Akhirnya, seluruh makanan tersebut ditumpuk diatas meja, dan tidak ada yang bersedia mengkonsumsinya.

Ratusan atlet dan official yang muntah-muntah dan mengeluhkan sakit kepala langsung memperoleh perawatan tim kesehatan. Saat ini, para official tim dari masing-masing kontingen tengah membahas persoalan tersebut di Wisma Betlehem, yang berada di Desa Puhsarang, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.(*)

Kejaksaan Negeri Kediri Akan Usut Ridwan Hisjam

Kediri,Pasopati - Kejaksaan Negeri Kediri akan menindaklanjuti permintaan majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya untuk mengusut keterlibatan Wakil Bendahara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Ridwan Hisjam dalam kasus dugaan korupsi dana Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Kediri. Kejaksaan  berniat mencari bukti-bukti baru guna mengusut tuntas kasus itu.
"Kta cari bukti bukti baru apakah memang betul kaitanya Ridwan. Tetapi kuncinya itu ada di Mundir (yunior Ridwan Hisjam, red)," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kediri Badri Baedowi, Sabtu (16/7/2011)

Badri mengungkapkan persoalan itu tidak gampang. Pasalnya, dalam kasus itu alirannya terputus pada Rumiyanto (Totok), staf Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Jatim yang sudah meninggal dunia. Sehingga kejaksaan tidak dapat melakukan konfirmasi atau pemeriksaan terhadap Totok

menurut Badri, keterangan dari Totok sangat diperlukan. Pasalnya, Mundzir mengaku, saat membubuhkan rekomendasi, proposal pengajuan dana Jasmas oleh terdakwa Choirul, Mundzir menyampaikan melalui Rumiyanto (Totok), staf Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Jatim yang diperbantukan di ruang Wakil Ketua DPRD Jatim, sekitar Januari 2008 lalu.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya jika, dana yang direkomendasikan untuk cair sebesar Rp 75 juta. Menurut keterangan Munzir, dana itu yang cair pada April 2008 lalu itu sebian besar yaitu, Rp 62,5 juta, diserahkan dirinya (selaku penghubung dari pemohon ke dewan) kepada Totok. Sementara Rp 12,5 juta dipakai Choirul selaku Ketua LSM yang mengajukan bantuan dana.

Mundzir mengatakan, potongan uang tersebut akan dipakai untuk koordinasi. Ridwan Hisjam sendiri tidak mengetahui adanya pemotongan uang sebesar Rp 62,5 juta oleh Totok. Bahkan, saat didesak hakim, dia bersikukuh kalau dirinya tidak tahu-menahu. Bahkan  Ridwan Hisjam membantahnya. Dia menegaskan tidak menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadi bersama anak cucunya. (sumber: montera.com)

Kejaksaan Kediri Akan Usut Keterlibatan Ridwan Hisjam

Kediri,Pasopati - Kejaksaan Negeri Kediri akan menindaklanjuti permintaan majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya untuk mengusut keterlibatan Wakil Bendahara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Ridwan Hisjam dalam kasus dugaan korupsi dana Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Kediri. Kejaksaan  berniat mencari bukti-bukti baru guna mengusut tuntas kasus itu.
"Kta cari bukti bukti baru apakah memang betul kaitanya Ridwan. Tetapi kuncinya itu ada di Mundir (yunior Ridwan Hisjam, red)," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kediri Badri Baedowi, Sabtu (16/7/2011)

Badri mengungkapkan persoalan itu tidak gampang. Pasalnya, dalam kasus itu alirannya terputus pada Rumiyanto (Totok), staf Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Jatim yang sudah meninggal dunia. Sehingga kejaksaan tidak dapat melakukan konfirmasi atau pemeriksaan terhadap Totok

menurut Badri, keterangan dari Totok sangat diperlukan. Pasalnya, Mundzir mengaku, saat membubuhkan rekomendasi, proposal pengajuan dana Jasmas oleh terdakwa Choirul, Mundzir menyampaikan melalui Rumiyanto (Totok), staf Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Jatim yang diperbantukan di ruang Wakil Ketua DPRD Jatim, sekitar Januari 2008 lalu.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya jika, dana yang direkomendasikan untuk cair sebesar Rp 75 juta. Menurut keterangan Munzir, dana itu yang cair pada April 2008 lalu itu sebian besar yaitu, Rp 62,5 juta, diserahkan dirinya (selaku penghubung dari pemohon ke dewan) kepada Totok. Sementara Rp 12,5 juta dipakai Choirul selaku Ketua LSM yang mengajukan bantuan dana.

Mundzir mengatakan, potongan uang tersebut akan dipakai untuk koordinasi. Ridwan Hisjam sendiri tidak mengetahui adanya pemotongan uang sebesar Rp 62,5 juta oleh Totok. Bahkan, saat didesak hakim, dia bersikukuh kalau dirinya tidak tahu-menahu. Bahkan  Ridwan Hisjam membantahnya. Dia menegaskan tidak menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadi bersama anak cucunya. (sumber: montera.com)

DPPKAD Kota Kediri Dipastikan Gagal penuhi Target

Kediri, Pasopati - Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA) Kota Kediri dipastikan gagal mencapai target pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun ini. Sebab, dari target Rp 12.957.598,000,00 , sampai saat ini baru terealisasi Rp 5.700.816.114,00 atau sekitar 44 persen. Padahal jatuh tempo pembayaran PBB pada 31 Juli mendatang. Berdasarkan keterangan Kepala Bidang Pendataan Kabidpendataan DPPKA Kota Kediri H. Sulistyo Ponco Putro, selain itu, masih ada tunggakan komulatif sejak tahun 2002 hingga tahun 2010 sebesar Rp 12,7 milliar. Sedangkan tunggakan tahun ini sebesar Rp 3,4 milliar. " Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Dirjen Pajak target kita sebesar Rp 39 milliar, sedangkan target bakunya Rp 16 milliar. Setiap tahunnya pasti membengkak, karena tunggakan dari tahun ke tahun terus bertambah," kata H Sulistyo, Jumat (15/7/2011) Dari tunggakan komulatif selama delapan tahun terakhir, yang paling besar terjadi pada tahun tahun 2009 yaitu sebesar Rp 2 milliar. H Sulstyo mengaku, banyak faktor yang melatar belakangi Wajib Pajak (WP) tidak membayar pajak secara tepat waktu. " Bisa terjadi karena, wajib pajak tidak sedang berada di tempat ketika Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) turun. Akhirnya, SPPT kembali ke keluarahan. Kemudian, bisa juga karena wajib pajak memang bandel. Mereka sengaja tidak membayar pajak dan masih banyak faktor lainnya," terangnya. Pemerintah menetapkan denda sebesar Rp 2 persen per bulan kepada wajib pajak yang menunggak terhitung setelah jatuh tempo. Sehingga, tunggakan itu terus menerus bertambah seiring dengan lamanya waktu pelunasan. Hal ini pula yang menjadi penyebab tunggakan PBB setiap tahunnya menjadi membengkak. Untuk itu, DPPKA tengah giat melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat, wajib pajak. Beberapa langkah yang ditempuh selama ini yaitu dengan ledang menggunakan mobil keliling Kota Kediri, serta memberikan reward kepada pelunas pajak. (*)

Sabtu, 28 Mei 2011

Wayang Mbah Gandrung

Kediri, Pasopati – Wayang Mbah Gandrung merupakan wayang kayu yang ada di Desa Pagung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Wayang Mbah Gandrung bagi para sesepuh penduduk setempat dan generasi penerusnya dianggap wayang yang sakral dan dikeramatkan.
    Keunikan atau kekhasan Wayang Mbah Gandrung berbeda dengan wayang umumnya yang ada di tanah Jawa yaitu wayang kulit. Wayang Mbah Gandrung merupakan bentuk wayang dari kayu, atau secara umum disebut wayang Krucil.
    Namun demikian para sesepuh desa Pagung menganggap bahwa Wayang Mbah Gandrung bukanlah wayang krucil.
    Keunikan lainnya dari wayang Mbah Gandrung selain dari bentuk wayang, gamelan yang mengiringi lakon cerita yang di pentaskan dan yang lebih unik serta sakral adalah cara membawa wayang Mbah Gandrung dari tempat asalnya ke tempat pementasan harus di pikul oleh 4 orang  pemikul dengan cara berjalan kaki, walaupun jarak tempuhnya 10 – 20 km.

Mitos Mbah Gandrung
    Dalam penuturan masyarakat desa Pagung dan sekitarnya, Mbah Gandrung berasal dari kayu Jati yang hanyut di sungai. Kayu Jati tersebut di angkat ke darat dan dibelah didalamnya ternyata terdapat sepasang wayang kayu.
    Demikian diungkapkan oleh Mbah Lamidi sesepuh desa Pagung, yang pertama kali menemukan Mbah Gandrung adalah Ki Proyosono Demang pertama desa Pagung.
    Menurut cerita yang dituturkan secara turun temurun, pada jaman dulu didaerah Pagung terjadi hujan deras. Karena derasnya sungai di daerah Pagungpun meluap sampai ke perkampungan warga. Ketika itu disungai yang deras ada sebatang kayu Jati besar ikut hanyut ke perkampungan warga.
    Masyarakat berusaha mengembalikan kayu itu ke sungai, namun kayu itu menunjukan keanehan . setiap kali dihanyutkan ke sungai kayu itupun menepi seakan tidak mau hanyut.
    Akhirnya wargapun membawa kayu tersebut kepada Raden Jimbun Hadiningrat, seorang pinisepuh ”Cikal Bakal” yang membabad pertamakali Daerah Pagung.
    Atas saran Raden Jimbun kayu tersebut dibawa kepada Demang Raden Proyosono, dan atas perintah Raden Proyosono kayu itu dibelah untuk digunakan sebagai kayu bakar namun dari semua orang tak satupun mampu membelah kayu tersebut.
    Maka Ki Demang mengadakan sayembara siapa yang bisa membelah kayu tersebut akan diberi hadiah. Maka datanglah seorang pemuda tampan dari puncak Gunung Wilis. Dia mengikuti sayembara itu dan membelah kayu Jati tersebut.
    Dan anehnya didalam kayu Jati tersebut ada dua buah wayang kayu. Wayang itu menggambarkan figur kesatria tampan dan figur seorang wanita cantik.
    Setelah terbelah maka pergilah pemuda tampan tersebut sebelum  diberikan hadiah, dia menghilang begitu saja.
    Ki Demang yang berasal dari keraton tentunya merasakan keanehan itu dan merasa mendapat “wangsit” atau petunjuk bahwa wayang tersebut menggambarkan dua sejoli yang sedang “gandrung” atau kasmaran.(Isa)

Kamis, 07 April 2011

Sudahkah PNPM MP Berhasil Dalam Pemberdayaan Masyarakat?

Kediri, Pasopati – Peraturan dan perundangan di era desentralisasi memperlihatkan komitmen politik pemerintah untuk menata kembali dan meningkatkan sistem, mekanisme, prosedur dan kualitas proses perencaan daerah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, demokratis dan pembangunan daerah yang berkelanjutan.
Dalam peraturan dan perundangan baru, penyusunan rencana dikehendaki memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipasif, politis, botom up dan top down proses. Ini bermakna bahwa perencanaan daerah selain diharapkan memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan, dan akuntabel konsisten dengan rencana lainnya yang relevan, juga adanya peran serta yang aktif dari masyarakat dalam perencanaan dan monitoring pelaksanaan pembangunan daerah.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat pada saat ini digadang gadang mampu melaksanakan beberapa program berbasis pemberdayaan masyarakat, hal tersebut dikarenakan mulai dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan program dan monitoring, (idealnya) selalu melibatkan masyarakat dimana program tersebut dilaksanakan, utamanya rumah tangga miskin (RTM).
Bahkan dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan partisipasi rumah tangga miskin dan kaum perempuan mendapat tempat tersendiri, tidak tanggung-tanggung dua usulan kegiatanpun di usung dari kelompok tersebut. Yaitu Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dan usulan yang terlahir dari musyawarah khusus perempuan (MKP), namun benarkah kedua kelompok tersebut sebagai penikmat utama hasil dari pelaksanaan program tersebut?
Kalau yang kita tanya adalah pelaku program tersebut maka jawabannya adalah “ya”, namun apabila yang kita tanya adalah para RTM maka jawabannya akan disesuaikan dengan suasana hati mereka, atau apapun jawabannya penulis tidak akan membahas hal tersebut.
Silahkan pembaca menanyakannya sendiri kepada masyarakat ataupun RTM  didaerah dimana program PNPM  Mandiri Perdesaan dilaksanakan karena pada saat ini sebagian besar kecamatan didaerah kabupaten Kediri dan sekitarnya sedang melaksanakan program tersebut.(isa)
 

PNPM MP Dan Masyarakat

Program ini dikabupaten Kediri dan sekitarnya telah digulirkan sejak tahun 2003, dengan nama Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Program serupa yang diluncurkan pada waktu itu adalah P2KP (Program Pengembangan Kecamatan Perkotaan) dan Progam Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), secara kontektual ketiga program tersebut memiliki kesamaan karena dilaksanakan untuk pemberdayaan rumah tangga miskin agar bisa terlepas dari himpitan kemiskinan.
Untuk program P2KP dan PPIP penulis akan mengupasnya pada lain kesempatan, sementara itu pada tahun-tahun pertama pelaksanaan PPK yang merupakan embrio dari PNPM Mandiri Perdesaan sebenarnya dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh program tersebut, mulai dari sosialisasi sampai pada tingkat pelaksanaan dan monitoring, kaum perempuan dan rumah tangga miskin mendapat porsi yang cukup baik. Namun memasuki tahun ketiga pelaksanaan program tersebut pemahaman masyarakat akan program tersebut perlahan namun pasti telah bergeser.
PNPM MP atau PPK (pada masa itu) tidak lagi dimaknai sebagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk pengentasan kemiskinan akan tetapi bergeser menjadi proyek secara berkesinambungan, salah satu indikator pergeseran tersebut adalah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik sudah tidak lagi mengambil tenaga kerja lokal (terutama rumah tangga miskin) atau dari wilayah setempat, melainkan pekerjaan sudah diborong oleh pihak luar (bahkan oleh cv).
Klaupun ada tenaga kerja lokal itupun prosentasinya sangatlah kecil. Sehingga kaum miskin dan perempuan yang seharusnya menjadi subyek sekaligus obyek dari pelaksanaan program tersebut pada akhirnya justru banyak berperan sebagai saksi kegiatan saja. Walaupun ini tidak terjadi disetiap daerah, sinyal pemberdayaan masyarakat perlahan bergeser menjadi pemberdayaan pelaku.
Bahkan ironisnya saat ada sebagian kecil masyarakat yang mencoba mempertanyakan masalah prosedur pelaksanaan yang dianggap masyarakat tersebut sudah terlalu jauh keluar jalur tidak jarang mereka di cap sebagai penghalang program, baik oleh oknum elit desa, oknum pelaku, dan oknum-oknum lainnya.
Hal itu tentunya sangat bisa dimaklumi karena PNPM MP merupakan sumber dana percepatan pembangunan desa yang tidak sulit dalam proses pertanggung jawabannya, karena minim monitoring dan jauh dari sentuhan hukum. Bahkan boleh dibilang sanksipun sangatlah minim bila ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan program.

PNPM MP Dan Elit Desa

Hubungan antara pelaku program ini dan pemerintahan baik ditingkat kabupaten maupun desa seharusnya bersifat simbiosis mutualisme, yaitu hubungan timbal baik yang saling menguntungkan.
Artinya pelaku terbuka dan tranparans dalam membangun komunikasi dengan pemerintahan desa, begitupun pemerintahan desa idealnya segera mengingatkan apabila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan program, juga menjauhkan pelaksanaan program dari berbagai intervensi yang bisa membawa dampak negatif. Hal ini semata untuk  menjaga agar program tersebut tepat sasaran bukan hanya untuk mendukung kepentingan pribadi atau sekelompok orang saja.
Percaya atau tidak, penulis menyerahkan kepada pembaca, intrik politik ditingkat desa sudah mulai berlaku pada saat pemilihan pelaku ditingkat desa. Untuk sekedar mengetahui hal tersebut benar atau tidak silahkan saja para pembaca menghadiri acara Musyawarah Desa Sosialisasi (MD Sos) atau mungkin pada saat ini pemilihan pelaku dilaksanakan bersamaan dengan Musyawarah Desa Review RPJM Des karena adanya intregasi program tersebut dengan program pembangunan pemerintah daerah.
Dalam acara MD Sosialisasi ataupun MD-MD lainnya, seharusnya tidak ada istilah haram untuk hadir dalam acara musyawarah desa bagi masyarakat (baik diundang maupun tidak).
Penulis pernah mengetahui sendiri masih ada tokoh elit desa tertentu yang mempertanyakan kenapa masyarakat yang tidak diundang ikut hadir dalam acara tersebut  Bahkan terkesan alergi ketika tahu ada wartawan atau LSM ikut hadir dalam acara tersebut (maaf – mungkin pihak konsultan perlu memberi sosialisasi lagi kepada masyarakat ataupun para elit desa apa tujuan dari Musyawarah Desa dan siapa saja yang boleh hadir dalam acara tersebut baik yang bersifat partisipasi maupun monitoring sesuai dengan petunjuk tehnis operasional).
Apabila anda menghadiri acara MD Sos tersebut pada saat pemilihan pelaku dan anda jeli, maka akan terlihat betapa banyak sekali kelompok yang seakan peduli sekali dengan acara tersebut tentu saja dengan berbagai alasan yang tidak perlu dijelaskan. Namun sebaliknya, apabila pelaku yang terpilih dari kelompoknya, ketika dalam pelaksanaan program terjadi penyimpangan yang sedemikian jelas seakan tidak ada yang peduli, “masa bodohlah yang penting bagi-bagi rejeki, wong tidak ada sanksi apa-apa” kurang lebih kata semacam itulah yang terlontar.
Maka dalam hal ini peran lembaga-lembaga yang telah dibentuk oleh program tersebut ditingkat kecamatan sudah saatnya berperan lebih optimal lagi sesuai porsinya masing-masing. Bahkan kalau memungkinkan perlu adanya sanksi yang tegas terhadap oknum pelaku yang berbuat curang, jangan sampai lembaga tersebut melakukan pekerjaan hanya sekedar untuk normatif kegiatan saja.

Paguyuban Waranggono Mekarsari Luput Sentuhan

Kediri, Pasopati – Paguyuban Waranggono Mekar Sari Desa Banyuanyar Kecamatan Gurah kabupaten Kediri setelah hampir lima tahun tanpa ada sentuhan dari pemkab. Kediri akhirnya berani sambat, agar ke depan pihak Dinas Budaya dan Pariwisata kabupaten Kediri ikut memberikan pembinaan kepada para waranggono, baik yang tergabung dengan paguyuban Mekar Sari maupun yang di luar paguyuban tersebut.
Seperti yang di ungkapkan oleh sesepuh paguyuban Mekarsari Sastro Miharjo Gumun atau lebih akrab dipanggil Mbah Gumun Sabtu (19/3). Mbah Gumun memaparkan sepeninggal Bu Jum (ketua paguyuban 4 tahun lalu) praktis kegiatan para waranggono seakan bak anak ayam yang kehilangan induknya, “Jadi berjalan sendiri-sendiri, bahkan bisa dibilang mereka tidak pernah latihan, apalagi setelah perangkat gamelannya tidak ada karena di ambil orang praktis berbagai kegiatan terhenti” jelasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Paguyuban Waranggono Mekarsari Katijo melalui Andik Suciati dan Ramiati waranggono yang tergabung dalam paguyuban Mekarsari. Andik dan Ramiati mengharap kepada Pemkab Kediri agar sudi memberikan pembinaan kepada para waranggono.
Menurut mereka upaya pembinaan tersebut dapat berupa saja yang penting apa yang mereka lakukan dihargai sebagai karya seni dan eksistensi mereka mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten Kediri.
Kedua waranggono tersebut juga berharap Dinas Budaya dan Pariwisata kabupaten Kediri juga memberikan arahan yang pasti tentang formasi tarian antara waranggono dengan para audien khas Kediri,
“Kalau Malang, Tulungagung dan Bojonegoro sudah punya ke khas_an tersendiri formasi tarian mereka, tapi daerah Kediri ini saya juga bingung karena di Kediri formasi tarianya tidak ada pakemnya, jadi formasi tarianya berubah-ubah” jelas Andik.
Ramiati juga menuturkan dalam beberapa tahun ini intensitas latihan mereka bisa dibilang tidak ada sama sekali karena paguyuban mereka tidak punya perangkat gamelan, “Dulu kami dapat bantuan gamelan dari kabupaten tapi kemudian diambil oleh seseorang dan tidak dikembalikan, ya akhirnya kita belajar dari kaset saja. Maka kami berharap pihak kabupaten sudi memberi bantuan perangkat gamelan untuk mendukung eksistensi kami”, ungkap Ramiati.  (isa)
Berita Terkait

Tayub Sebagai Budaya Dan Konotasi Erotis

Kediri, Pasopati – Kehadiran erotisme dalam kesenian modern kita seperti dangdut, berakar dari goyang serupa dalam tari-tarian pergaulan tradisional. Dalam catatan Hilarius yang dikutip Instisari pada pertengahan tahun 2003-an, setidaknya ada tiga sumber tari pergaulan Jawa Tayub atau Ledhek atau Lenggeg di Banyumas, Ronggeng Gunung di Garut dan Sumedang yang sering disebut Sunda halus serta Ketuk Tilu diantara Subang sampai Cikampek atau yang sering disebut Sunda kasar.
Dibandingkan dengan dua lainnya, tayub mempunyai masa paling banyak. Penyebarannya hampir meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua wilayah ini memang memiliki kesamaan budaya.
Saat mendekat ke Istana Mataram, tarian itu mengalami penghalusan menjadi Gambyong. Evolusinya ke timur hingga Banyuwangi menjadikanya Gandrung. Sedang ronggeng gunung dan ketuk tilu, hingga kini masih bertahan dengan bentuk aslinya didaerah masing-masing.
Meski ada juga yang mengalami perubahan nama karena penggolongan bunyi, seperti menjadi kleningan didaerah sekitar Majalengka hingga Indramayu, Jawa Barat. Perpaduan keduanya dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dalam bentuk Jaipong, karya seniman tari Gugum Gumbira.
Di Sumatera tepatnya dipulau Bintan, menurut Hilarius berkembang juga Joget Jangkung dan Makyong. Sementara di Bali seperti di tulis Putu Setia dalam sebuah situs Berkembang joget yang juga mengarah pada sisi erotisme.
Sebuah tarian pergaulan yang di iringi genjek, “musik pengiring”  Berupa nyanyian dengan pantun-pantun yang nakal. Iringan genjek bermusik lewat mulut, keplok tangan dan iringan gamelan seadanya sehingga mudah berimprovasi, tulis Putu.
Kedekatan antara tari-tarian pergaulan di Jawa dengan erotisme dan akhirnya aktivitas seksual, tak lepas dari ritual-ritual masa lalu berupa permohonan akan kesuburan. Daerah-daerah  pengembangan tari itu memang didominasi budaya agraris.
Kekuatan yang menggerakan daya-daya gaib itu, antara lain dipercaya akan didapat dari tindakan magis simpatitis, yaitu perbuatan yang melambangkan terjadinya pembuahan dalam hubungan antara pria dan wanita.
Dalam ritual, pengungkapannya sering dimanifestasikan dengan gerakan organ reproduksi. Yaitu gerakan-gerakan yang terpusat pada perut, pinggang, pinggul dan paha. “Begitu juga dengan tarian-tarian daerah lain yang memusatkan gerakan dibagian-bagian tubuh ini, semua di maksudkan mewakili unsur reproduksi yang di asumsikan dengan kesuburan” ungkap Hilarius
Saat pementasan, para penari tayub tampil dengan aksi-aksi menggoda, seperti tatarias menor, aroma wewangian, kain sebatas dada (dodot basahan), gerakan erotis serta ajakan kepada penonton untuk menari. Tapi pada dasarnya mereka melakukannya dengan tidak bercanda. Semua dilakukan dengan serius untuk ritual.
Penjelasan makna tayub sebagai ritual sakral, yang mungkin sulit diterima oleh rasio manusia modern. Dalam sebuah laman situs, tayub digambarkan sebagai upaya bagi golongan penganut agama Ciwa (aliran Cakta) dalam meniadakan diri guna mencapai “moksa” dan mempersatukan diri dengan Tuhan. Atau dalam terminologi Jawa, dikenal sebagai Manunggaling Kawulo Gusti.
Dalam keyakinan mereka, melakukan sesuatu yang dilarang bagi manusia biasa, merupakan ritual suci. Karena pada prinsipnya, tidak ada yang terlarang bagi orang suci. Bahkan menjalankan larangan secara berlebihan, dipercaya mendatangkan kemampuan gaib.
Yang terlarang bagi orang biasa mencakup Ma lima yaitu mamsa (daging), matsya (ikan), madya (alkohol), maithuna (persetubuhan) dan mudra (sikap tangan). Dalam perjalanannya, tayub selalu berkaitan erat dengan dua dari ma lima yaitu madya, yang selalu hadir dalam pagelaran tayub serta ditingkahi unsur maithuna didalamnya. Namun sayangnya, lagi-lagi dua hal itu dihayati hanya sebagai kepuasan sesaat.
Tidak jelas kapan terjadinya pergeseran dari tayub sebagai ritual menjadi sekedar hiburan  yang menonjolkan erotisme. Setidaknya dalam History of Java (1817), Thomas Stamford Raffles mencatat stigma terhadap ledhek atau ronggeng.
Pelaku profesi itu digambarkan berperilaku kurang terhormat, bahkan selalu diasosiasikan dengan pelacur. Hilarious menduga, pergeseran kian parah setelah tayub kerap dijadikan pertunjukan pada “kunjungan dinas” penguasa kerajaan dimasa kolonial Belanda pada abad ke-19 dan ke-20.
Telah terjadi pergeseran atau tidak, sosiolog dari Universitas Indonesia era 2003an, Tamrin Amal Tomagola, melihatnya hal itu sebagai bentuk kelonggaran akan seksualitas pada budaya Timur pada saat itu justru melebihi budaya Negara-negara Barat.
Dengan masuk dan meluasnya pengaruh kaum agamis (Islam dan Kristen) hingga kekalangan bawah, barulah terjadi upaya pengendalian segala sesuatu yang liar (menurut definisi peradaban - red). Bentuknya antara lain melalui pelarangan-pelarangan, mirip seperti yang akhirnya dialami Inul beberapa tahun yang lalu.
Dangdut, tayub, maupun bentuk kesenian lokal lain dibanyak tempat, akan terus tampil dalam erotikanya. Selanjutnya …...penilaian terserah Anda.   (isa) 

Warta Pasopati News Sebelumnya

  © PASOPATI Online ...Berita Informatif.Dan . Akuntabel

Ke : HALAMAN UTAMA